Jamaah Majelis Dzikir As-Samawaat Al Maliki

Jamaah Majelis Dzikir As-Samawaat Al Maliki

Minggu, 13 November 2011

Profil K.H. Sa’adih Al-Batawi (Pimpinan Majelis Dzikir As-Samawaat Al Maliki)



PROFIL K.H. SA’ADIH AL-BATAWI
(PIMPINAN MAJELIS DZIKIR AS-SAMAWAAT AL MALIKI)
Syaikh KH Sa’adih Al-Batawi adalah Pimpinan Majelis Dzikir As-Samawat dan pembina Pondok Pesantren Daarul Mughni Al Maliky Al Hasany di Cileungi Bogor. Beliau Ulama Ahlusunnah Wal Jamaah yang sangat dekat dengan yatim, fakir miskin, sedikit tidur dan banyak lapar. Harta, tenaga, pikiran dan seluruh waktunya dihabiskan untuk mengajarkan ajaran Rasulullah SAW, tidak hanya melalui ajaran tapi melalui contoh dan prilaku. Dalam berda’wah beliau masuk ke tepi-tepi laut sampai naik ke ujung bukit dan pegunungan serta merambah ke berbagai pelosok wilayah nusantara. Beliau memberikan layanan pengobatan untuk umum bukan hanya untuk muslim secara cuma-cuma di rumahnya yang dilaksanakan setiap malam Selasa, Rabu, Kamis dan Sabtu, sedangkan malam lainnya beliau gunakan untuk berda’wah. Selain sebagai seorang ahli dakwah, beliau juga mengelola suberdaya ekonomi berbasis kerakyatan. Di bawah kepemimpinannya yang kharismatik, Majelis Dzikir As-Samawaat mengembangkan sumber ekonomi jamaah melalui BMT, Tambak Ikan, Tambak Udang dan kebun mangga, yang kesemuanya digunakan untuk kepentingan da’wah. Rencana ke depan beliau akan mengembangkan supermarket syariah.

 
Dengan pola manajemen da’wah modern beliau telah jauh memulai pengembangan laboratorium masyarakat melalui desa binaannya sejak tahun 1993. Dengan ketinggian sifat dermawannya dan layanannya kepada masyarakat yang bersifat cuma-cuma, murid-muridnya menyebut beliau sebagai ”khadimul ummat”. Beliau mengajarkan kepada muridnya Al-Qur’an dan Sunnah sebagai solusi kehidupan, dan menekankan hidup yang istiqomah. Dalam berda’wah beliau menekankan pentingnya kebersamaan sesama asatidz, dan menghindari one man show dan yang paling dilarang oleh beliau adalah meminta bayaran ketika berda’wah apalagi sampai pasang tarif (ittabiu man la yasalukum ajron). Dengan penuh kesabaran beliau mengajarkan kepada murid-muridnya baik dengan lisan maupun dengan contoh perbuatan tentang pentingnya hidup zuhud. Dalam metodologi pengenalan ajaran tasawuf yang disebutnya sebagai tasawuf intelektual dengan sangat menarik beliau membimbing seluruh murid-muridnya. Media khalwat beliau kenalkan dengan mempersiapkan tempat khusus di Desa Kohod, Tanjung Burung-Tangerang. Semuanya itu beliau lakukan hanya untuk menemukan dan mencari ridho Allah SWT. Beliau adalah tokoh tasawuf abad modern yang selalu membawa angin segar dari pemikiran keagamaannya sehingga murid-muridnya berasal dari berbagai kalangan, mulai dari rakyat biasa, ulama-ulama soleh, para jendral, pengusaha, praktisi hukum, hingga para akademisi.

 
Pada Tanggal 18 Rabiul Akhir 1429 H atau tanggal 25 April Tahun 2008 M. Sayyid Alawy Al Maliky bersilaturahmi ke Majelis Dzikir As-Samawat Jakarta. Dalam kesempatan tersebut Beliau memberikan Ijazah dan Amanah kepada Syaikh KH Sa’adih Al-Batawi sebagai khalifah di Indonesia, penerus ajaran Rasulullah SAW di bawah Panji Ahlu Sunnah wal Jama’ah yang berpusat di Ma’had Al-Maliky, Makkah Al-Mukarromah, Saudi Arabia.

 
Sayyid Abbas bin Sayyid Alawy Al Maliky Al Hasany adalah Ulama Ahlusunnah waljamaah di Makkah, adik kandung dari Sayyid Muhammad bin Alwy Al Maliky Al Hasany. As Sayyid Alwi bin Abbas Al Maliky Al Hasany ayahanda Sayyid Abbas bin Alawy Al Maliky seorang alim ulama terkenal dan ternama di kota Makkah. Beliau adalah salah satu guru dari ulama-ulama sepuh di Indonesia, seperti K.H. Hasyim Asy’ari. KH. Abdullah Faqih Langitan, dan Kyai Manshur, dan yang lainnya. Setelah beliau wafat penerus da’wahnya dilanjutkan oleh putra beliau sendiri yaitu As Sayyid Muhammad kakak dari Sayyid Abbas. Setelah kakaknya wafat pada tanggal 15 Ramadhan 1425 H (2004 M) yang dimakamkan di pemakaman Al Ma’la disamping makam istri Rasulullah SAW Khadijah binti Khuwailid ra., maka Sayyid Abbas berperan sebagai penerus Ma’had Al-Maliky Al-Hasany.

 
As-Sayyid Muhammad kakak dari Sayyid Abbas merupakan pendidik Ahlus Sunnah wal Jama’ah, seorang ’alim kontemporer dalam ilmu hadits, ’alim mufassir (penafsir) Qur’an, Fiqh, doktrin (’aqidah), tasawwuf, dan biografi Nabawi (sirah). Beliau adalah da’i, pengajar, pembimbing, dosen, dan juga penceramah penulis unggul. Tidak kurang dari 100 buku yang telah dikarangnya, yang telah beredar di seluruh dunia. Salah satu karyanya yang monumental adalah Mafahim Yujibu an-Tusahhah (Konsep-konsep yang perlu diluruskan).
 
Karya beliau banyak menantang rekan-rekan senegaranya, kaum Salafi-Wahhabi, dan membuktikan kesalahan doktrin-doktrin mereka dengan menggunakan sumber-sumber dalil mereka. Untuk keberanian intelektualnya ini, Sayyid Muhammad dituduh sebagai ”seorang yang sesat”. Beliau pun dicekal sebagai pengajar di Masjidil Haram. Kitab karangannya dilarang beredar, Jabatan Professor di Ummul Qura dicabut. Beliau ditangkap dan passport-nya dtahan. Namun, dalam menghadapi semua itu beliau sikapi dengan sabar dan bahkan cahaya keulamaannya dan tasawufnya semakin cemerlang. Namun dunia Muslim memaksa kaum Salafi-Wahhabi untuk menghentikan usaha tekanan tersebut dan akhirnya beberapa di antara mereka ada yang berpihak dan mendukung beliau.

 
Kegiatan As-Samawaat

 
Kegiatan-kegiatan As-Samawaat mencakup pada kegiatan lahiriyah dan batiniyah yang berupa pembangunan moral pribadi, keluarga dan masyarakat. Kegiatan besar yang telah dimiliki As-Samawaat sampai saat ini telah sampai pada 7 bentuk kegiatan yaitu :
 
1. Wadah pengobatan, yaitu As-Samawaat setiap malam Selasa, Rabu, Kamis dan Sabtu membuka pengobatan melalui terapi tasawuf. Pengobatan dimulai pukul 20.00 WIB sampai 04.00 WIB dengan pelayanan cara Islami dan muatan-muatan ibadah dengan tanpa dipungut biaya apapun dari mereka yang datang berobat.
 
2. Forum kajian dan riyadloh Spiritual Mingguan yaitu setiap malam jum’at (untuk laki-laki) dari pukul 21.00 WIB sampai menjelang subuh dan setiap malam selasa (untuk laki-laki dan perempuan) dari pukul 20.00 sampai ± 00.00 WIB. Didalamnya berupa bedah Al Qur’an perspektif tasawuf, tela’ah kritis kitab tasawuf, dan dzikir serta doa.
 
3. Forum kajian dan riyadloh spiritual Bulanan yaitu setiap Minggu ke empat tiap bulannya mulai pukul 07.00 WIB sampai menjelang Dzuhur. Di dalamnya berupa ; Muhasabah Al-Qur’an, kajian hadist, presentasi amaliah, dzikir dan do’a.
 
4. Wadah Silaturahmi dan keilmuan di tiap wilayah kantong-kantong jama’ah As-Samawaat. Sampai saat ini wilayah yang telah didomisili jama’ah As-Samawaat meliputi pada : Jakarta (Pusat, Selatan, Utara, Timur dan Barat), Bogor (Cilengsi dan Kota), Tangerang, Depok, Bekasi, Tambun, Karawang, Cirebon, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Kalimantan. Kegiatan di wilayah-wilayah tersebut dikenal dengan pembinaan distrik-distrik. Didalamnya dibangun nilai-nilai persaudaraan, ilmu kemasyarakatan, ilmu-ilmu syari’at dan strategi dakwah gerakan moral.
 
5. Dakwah bil hal, yaitu dikenal di As-Samawaat dengan “amaliah”. Kegiatan tersebut adalah pengentasan kemiskinan dan pembangunan mental ala As-Samawaat. “amaliah” dapat dilakukan secara kolektif dan individual yaitu dengan memberikan bantuan financial, membangun fasilitas umum dan ibadah serta membimbing mental spiritual pada semua masyarakat miskin tanpa mengenal status dan golongan. “amaliah” ini telah berjalan seumur berdirinya As-Samawaat yaitu sudah menginjak tahun ke sebelas, yang telah mencakup 25 desa binaan di sepanjang pesisir pantai Tangerang.
 
6. Dakwah bil lisan, yaitu dengan melakukan penyuluhan-penyuluhan agama yang komprehensif dan universal melalui ceramah-ceramah keagamaan. Kegiatan berupa tabligh-tabligh akbar, mimbar bebas, dialog dan lainnya yang bersifat penyampaian melalui lisan. Kegiatan bil lisan As-Samawaat telah dilakukan di beberapa kota-kota besar di tanah air ini yaitu : Jakarta, Bogor, Bandung, Jonggol, Cikarang, Depok, Tangerang, Bekasi, Tambun, Karawang, Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, Purwokerto, Semarang, Salatiga, Padang, dan Samarinda (Kalimantan Timur).
 
7. Kegiatan lobi, yaitu dengan melakukan silaturahmi kepada para Alim Ulama yang istiqomah dan kepada para Umaro yang jujur dan amanah untuk mengajak bekerja sama dalam membangun Negara, bangsa dan agama. Kegiatan lobi As-Samawaat dilakukan dari tokoh-tokoh masyarakat kampung sampai masyarakat kota. Lobi yang sudah dilakukan As-Samawaat dan telah mencapai hasilnya, yaitu pada bidang hukum (As-Samawaat telah memiliki beberapa pengacara, notaris dan jaksa yang masih aktif), bidang politik dari tingkat kelurahan sampai ke-Presidenan (Jama’ah As-Samawaat banyak berasal dari birokrat yang amanah), bidang militer (As-Samawaat selalu bekerja sama dengan militer dari Kepolisian maupun TNI untuk mengadakan pencerahan mental spiritual), dan bidang agama (Setiap bulannya ulama dari berbagai wilayah di Indonesia aktif mengadakan pencerahan di As-Samawaat)


Jumat, 11 November 2011

MARIFAT KEPADA ALLAH BERDASARKAN DALIL INDUKTIF

Logika induktif adalah proses berfikir untuk mendapatkan kesimpulan tentang adanya Haqqul wujud bagi Allah atau keberadaan yang haq bagi Allah melalui rangkaian bukti-bukti emperis di jagat raya ini. Langit dan bumi atau dunia makrokosmos merupakan media atau jembatan untuk memahami eksistensi Allah yang maha Agung, Maha Sempurna dan Maha Bijaksana. Sifat tersebut dapat dicerna dari kesempurnaan ciptaan jagat raya, yang mana seluruh komponennya mulai dari yang terkecil (atom dan sub atom) sampai komponen jagat raya terbesar (system galaksi) tersusun dalam satu kesatuan system jagat raya yang melahirkan keteraturan. Keteraturan melahirkan kepastian (certainty). Melalui kepastian dan keteraturan tersebut, maka fenomena alam (misalnya peredaran matahari dan bulan) dapat digunakan sebagai referensi kehidupan, yaitu berupa tata waktu.

“Segala puji bagi Allah yang memiliki apa yang di langit dan apa yang di bumi dan bagi-Nya (pula) segala puji di akhirat. dan Dia-lah yang Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui.” (QS Saba : 1)

Atas kesempurnaan ciptaan Allah tersebut, manusia dengan akal pikirannya diharapkan sampai pada kesadaran tentang eksistensi Allah SWT yang memiliki hak mutlak atas segala puji, atas kesempurnaan dan keagungan. Bagi-Nya seluruh kekayaan sumberdaya yang terdapat di langit maupun bumi. Juga bagi-Nya seluruh pujian di akhirat. Dia maha Bijaksana dan Maha Mengetahui. Hak pujian di dunia dan akhirat menunjukkan sifat absolute dalam kekuasaan, baik menurut tempat kejadian kehidupan, menurut system yang berlaku, dan menurut dimensi waktu.

Alam sekitarnya beserta fenomena-fenomena yang teratur merupakan sesuatu yang sangat kecil atau mustahil terjadi melalui evolusi dari dirinya sendiri. Semuanya ada intervensi atau pengendalian dari Yang Maha Pencipta, Yang Maha Sempurna. Untuk lebih memahami tentang teori evolusi, dapat diilustrasikan dengan teori probabilitas sebagai berikut :
Kita bermain dengan 100 buah kelereng dalam sebuah kaleng. Kelereng tersebut diberi nomor 1 hingga 100. Masing-masing nomor kelereng jika dikocok dan keluar memiliki peluang sebesar 1/100 = 0,01. Jika ingin nomor 1 dan nomor 2 secara berurutan, maka peluangnya adalah 0,01 x 0,01 = 0,00001. Selanjutnya jika nomor 1 hingga nomor 100 melalui sebuah pengocokan keluar secara teratur dari nomor 1 hingga 100, maka akan memiliki peluang atau kemungkinan sebesar (0,01) 100 = 0,1 x 10 -200 ≍ 0, mendekati angka nol. Jadi peluang keteraturan dari 100 buah kelereng adalah nol. Apalagi peluang dari 1000 atau 1.000.000 kelereng, maka peluang keteraturannya akan mustahil, atau peluangnya sama dengan 0. Berbeda kalau diurut oleh tangan pengocok, maka sangat mudah untuk mengurutkannya dari nomor 1 hingga 100. Keteraturan nomor urut sangat mungkin terjadi melalui campur tangan pengocok.

Fenomena teori kemungkinan ini menunjukkan bahwa semakin kompleks suatu sistem, maka keteraturan untuk terjadi dengan sendirinya adalah mustahil, karena keluarnya kelereng berdasarkan nomor urut saja dari seratus buah kelereng sangat-sangat kecil. Apalagi keteraturan jagat raya yang sangat kompleks, peluang terjadi dan teratur dengan sendirinya adalah mendekati nol atau mustahil. Mafhum mukhalafah atau pengertian sebaliknya, berarti keteraturan jagat raya ada campur tangan pengaturan dari pencipta yang sangat cerdas.

Berdasarkan bukti sederhana tersebut, secara sahih, Allah-lah Tuhan sekalian Alam, dan tidak ada alasan sedikit pun untuk tidak mengakui kekuasaan-Nya. Sehingga, eksistensi tuhan selain Allah, hanyalah kebohongan belaka.

”Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi, apa yang ke luar daripadanya, apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. dan Dia-lah yang Maha Penyayang lagi Maha Pengampun.” (QS. Saba : 2)

Ayat pertama menunjukkan struktur jagat raya, yakni komponen langit, bumi dan alam gaib (akhirat). Ayat kedua ini menginformasikan bahwa terdapat hubungan fungsional di antara alam-alam tersebut. Hubungan fungsional tersebut ditunjukkan oleh ayat dua, bahwa bumi dan jagat raya sebagai suatu sistem integratif yang dicirikan oleh adanya interaksi. Interaksi tersebut dapat berwujud aliran materi (hujan, meteor), energi (radiasi matahari, jin, malaikat) dan informasi (do’a, wahyu, amal salih, nasib, takdir, dan lain sebagainya). Komponen yang bersifat lahiriah (alam syahadah) masuk dalam domain kajian ilmu pengetahuan, sedangkan komponen alam gaib (alam goyabat) masuk dalam domain sikap keimanan. Kedua komponen secara bersinergi harus dapat menjadi pilar keimanan.

Semua peristiwa interaksi tersebut dimonitor dan dikendalikan, sehingga tidak ada sesuatu pun yang lolos dari pengetahuan Allah. Pengetahuan Allah terhadap segala sesuatu merupakan dasar untuk menetapkan putusan keadilan di pengadilan kelak. Informasi keesaan dan kekuasaan Allah sangat penting bagi manusia yang telah diberi koridor kebebasan (free will) untuk berkiprah sesuai dengan keinginannya.

Namun demikian, bagi orang yang telah mengendalikan keinginannya agar sesuai dengan keinginan Allah merupakan sebuah investasi yang sangat menguntungkan. Karena menanam amal saleh akan mendatangkan manfaat yang sangat besar, yakni berupa kasih sayang dan keridhoan-Nya adalah Surga. Dengan demikian, Jannah atau surga adalah semata-mata buah keridhoan Allah, bukan hanya sekedar nilai kompensasi dari amal hamba-Nya, karena perbandingan antara nilai amal ibadah dengan nilai surga, tidak akan seimbang. Amal seorang manusia memiliki nilai tukar yang terlalu rendah (under value) dibanding surga. Seperti halnya orang yang beriman pada akhir hidupnya (husnul khotimah), nilai amalnya tidak sebanding dengan nilai tukar surga dari Allah, tetapi karena Allah Maha Rahman, maka mereka yang husnul khotimah akan masuk surga.


Dikutip dari buku ”To Be The Superpower Country” karangan KH. Sa’adih Al-Batawi & Dr. Nandang Najmulmunir, Ir. MS

IBRAH (MENGAMBIL PELAJARAN DARI UMAT TERDAHULU)

Contoh-contoh bentuk kehidupan umat sebelum Nabi Muhammad SAW, terutama pada kasus Nabi Sulaiman as, Nabi Daud as dan kerajaan Saba’. Kisah Nabi Sulaiman as dan Nabi Daud as adalah model managemen pemerintahan berbasis syukur kepada Allah. Sedangkan peristiwa Saba’ merupakan model managemen pemerintahan berbasis kufur, yang berujung pada krisis politik, ekonomi dan lingkungan.

Ibrah merupakan upaya pembuktian secara historis, sekaligus untuk menunjukkan kebenaran fragmatis, artinya sesuatu yang benar telah terjadi dalam kehidupan, sehingga dapat diambil suatu analogi (qiyas) dalam kehidupan pada masa sekarang. Analogi dapat diambil dari berbagai peristiwa sejarah, seperti kesuksesan manajemen Nabi Daud as dan Nabi Sulaiman as sebagai solusi dalam menangani krisis multi dimensi pada kerajaan Saba’. Solusi tersebut tentu saja harus dipahami konsepnya, sehingga dapat menemukan rancangan utama kebijakannya (grand design policy) dalam membangun negeri. Konsep-konsep tersebut dapat dipahami dalam uraian di bawah ini.

PELAJARAN DARI KASUS NABI DAUD AS DAN NABI SULAIMAN AS

”Dan Sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud kurnia dari kami. (kami berfirman): "Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud", dan Kami telah melunakkan besi untuknya, (yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang saleh. Sesungguhnya aku melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Saba : 10-11)

Ayat 10 dan 11 menjelaskan bahwa Nabi Daud as diberikan karunia berupa kemampuan penguasaan sumberdaya alam (gunung) beserta ekosistemnya, terutama fauna (burung), serta penguasaan teknologi pembuatan logam (metalurgi). Menurut mufassirin dalam tafsir Qurtubi, karunia Nabi Daud as adalah kenabian, kitab Zabur, ilmu Allah (An-Namlu:15), kekuatan (shad:18), menguasai gunung, burung dan manusia, tarwiyah (shad:26), pemimpin atau raja (shad:26), dan penguasa teknik metalurgi. Dengan demikian, karunia yang diberikan kepada Nabi Daud as adalah :
1.    Sebagai Rasulullah dengan kitab-Nya bernama Zabur; dan menjadi pemimpin (raja) di Kerajaan Babilonia yang berpusat di Yerusalem;
2.    Memiliki pemahaman serta mengerti bahasa dan mampu berkomunikasi dengan binatang-binatang, gunung-gunung dan alam sekitarnya, sehingga mereka selalu bertasbih bersamanya;
3.    Memiliki pengetahuan dan teknologi metalurgi, mengolah besi hingga dibuatkan baju tanpa harus melalui proses pembakaran;

Allah memberikan peringatan kepada Nabi Daud as, bahwa dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin, sebagian karunia yang diberikannya, jangan disalahgunakan untuk menjalankan dan pemenuhan hawa nafsu, karena dapat menyesatkan dari jalan yang benar.

”Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (QS. Shad : 26)

Nabi Daud as mengelola sumberdaya tersebut sesuai dengan keinginan Allah sebagai pencipta. Orientasi manajemen tersebut dimulai secara lafdziah dengan tasbih atau menyucikan Allah. Pemahaman umum bertasbih adalah menyingkirkan dominasi dan motif lainnya selain Allah sebagai satu-satunya pusat lintasan hati. Hati yang mengorbit pada system Allah dapat diterapkan dalam system manajemen sumberdaya, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya buatan manusia (natural resources dan man made resources).

Nabi Daud as senantiasa mandiri dan kreatif mengembangkan baju besi. Dengan hasil pembuatan baju besi tersebut, Nabi Daud as tidak perlu merogoh uang kas negara, namun cukup dari hasil penjualannya. Dari hasil penjualannya, uang itu sepertiganya disedekahkan, sepertiganya untuk membeli keperluan dan kebutuhan rumah tangga, dan sepertiganya lagi disimpan untuk keperluan sedekah harian, hingga ia membuat baju berikutnya.

Pelajaran yang dapat dipetik untuk zaman sekarang ini adalah :
1.    Nabi Daud as yang menjadi raja sekaligus nabi, dalam menjalankan kekuasaannya senantiasa bersyukur kepada Allah;
2.    Nabi Daud as selalu mengajak bertasbih pada gunung dan burung. Kaidah ilmiah menunjukkan bahwa gunung adalah kunci kestabilan bumi, sedangkan burung indikator kestabilan lingkungan. Pemahaman umum dari karunia Nabi Daud as adalah bahwa dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan ekosistemnya jangan digerakkan oleh hawa nafsu, namun semata-mata harus mengikuti sistem Allah SWT, agar tetap memberikan rahmat-Nya.

Budaya logam dalam ilmu sejarah menggambarkan kemajuan budaya yang sangat tinggi. Begitu juga penguasaan sumberdaya alam, merupakan fase domestifikasi hewan. Dengan demikian, karunia yang diberikan kepada Nabi Daud as merupakan penguasaan ilmu pengetahuan yang luar biasa tingginya. Oleh karena itu, umat Islam harus terdepan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengolah kekayaan bumi untuk memakmurkan dunia.

”Dan Kami (tundukkan) angin bagi Sulaiman, yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan dan perjalanannya di waktu sore sama dengan perjalanan sebulan (pula) dan Kami alirkan cairan tembaga baginya. dan sebahagian dari jin ada yang bekerja di hadapannya (di bawah kekuasaannya) dengan izin Tuhannya. dan siapa yang menyimpang di antara mereka dari perintah Kami, Kami rasakan kepadanya azab neraka yang apinya menyala-nyala.” (QS. Saba : 12)

Ayat 12 menjelaskan tentang Nabi sulaiman as sebagai pewaris kerajaan ayahnya, sehingga ia memiliki kekuasaan, kenabian, kekayaan dan ilmu pengetahuan. Dengan pengetahuannya, ia dapat menguasai energi angin. Angin merupakan energi gerak yang dewasa ini dapat ditransfer menjadi berbagai energi, seperti gerak kapal, pembangkit tenaga listrik, dan lain sebagainya. Nabi Sulaiman as memiliki kemampuan untuk menggunakan energi angin sebagai energi gerak, sehingga dapat memperpendek atau mempersingkat perjalanan. Perjalanan yang umumnya ditempuh satu bulan oleh perjalanan unta yang paling cepat, maka dengan energi angin dapat diselasaikan dalam 6 jam (dimulai waktu subuh hingga waktu dzuhur). Sehingga perjalanan dua bulan dapat ditempuh dalam satu hari.

Dengan penguasaan teknologi energi angin ini, Nabi Sulaiman as dapat melakukan perjalanan dengan bala tentaranya ke berbagai negara. Dengan kemampuan tersebut maka rentang kendali kekuasaan cukup luas, sehingga wajarlah jika beliau memiliki kekuasaan yang sangat besar.

Selanjutnya, Nabi Sulaiman as pun dapat menguasai bangsa-bangsa jin. Karakteristik jin dapat dipahami melalui pendekatan pemahaman karakteristik energi. Kekuasaan Nabi Sulaiman as terhadap jin dibuktikan dengan kemampuannya memerintah jin atas seizin Allah untuk membangun kerajaannya.

”Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakiNya dari gedung-gedung yang Tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah Hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih.” (QS. Saba : 13)

Ayat 13 menjelaskan bahwa jin dapat dikuasai dan diperintah atas seizin Allah untuk membangun sarana, seperti gedung-gedung yang tinggi, perkakas logam dan benda-benda lainnya. Dengan kekuasaan tersebut, memungkinkan bagi Nabi Sulaiman as sekaligus sebagai raja, untuk membangun gedung-gedung yang monumental dengan tentara yang banyak dan gagah perkasa, yang terdiri dari pasukan manusia, pasukan jin dan pasukan binatang, yang diantaranya terdapat korp intelejen yang terdiri dari pasukan burung hud-hud.

Keempat ayat di atas dapat dijadikan cermin atau model bahwa keluarga kerajaan Nabi Daud dengan segala fasilitas yang dimilikinya, meliputi kekayaan, kekuasaan, kenabian dan ilmu pengetahuan yang luar biasa, termasuk golongan hamba yang pandai bersyukur, sehingga tetap taat pada perintah Allah SWT.

Cermin bagi kita adalah dimana kekuasaan, kekayaan dan penguasaan ilmu pengetahuan tidak menjadi penghalang untuk tetap menjadi insan yang pandai bersyukur. Bersyukur kepada Allah adalah taat kepada Allah.

Golongan yang bersyukur dinyatakan oleh Allah sebagai golongan minoritas, sehingga sebaliknya golongan mayoritas tergolong manusia yang tidak pandai bersyukur. Dengan demikian, paradigma demokrasi yang berpegangan pada pendapat mayoritas belum menjamin hasilnya sebagai sebuah kebenaran. Untuk itu, perlu dilindungi oleh nilai-nilai ilahiah.

”Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau Sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak akan tetap dalam siksa yang menghinakan.” (QS. Saba : 14)

Ayat 14 menjelaskan bahwa Nabi Sulaiman tatkala menemui ajalnya, tidak seorang pun, baik dari golongan jin dan manusia yang tahu tanda-tanda yang menunjukkan kematiannya, kecuali setelah tongkat beliau mengalami kelapukan, sehingga beliau terjatuh. Setelah beliau terjatuh, para jin membuktikan bahwa mereka tidak mengetahui sesuatu yang gaib. Hal ini merupakan penyangkalan atas persepsi manusia yang menyangka bahwa jin mengetahui yang gaib.

Allah ta’ala memberitahukan proses wafat-Nya Nabi Sulaiman as dan merahasiakannya kepada jin yang sedang melaksanakan pekerjaan yang berat. Nabi Sulaiman as memohon kepada Malaikat Izrail, denga izin Allah, untuk mengetahui waktu yang pasti beliau akan meninggal. Pengetahuan tersebut, digunakan Nabi Sulaiman as untuk memerintahkan kepada jin untuk membangun masjid. Setelah mimbarnya selesai, beliau melaksanakan shalat dengan bertelekan pada tongkatnya. Beliau dalam posisi demikian selama setahun. Setelah tongkatnya dimakan rayap, tongkat itu pun rapuh, sehingga jatuhlah Nabi Sulaiman as ke lantai mibar. Maka tahulah jin bahwa Nabi Sulaiman as telah meninggal dunia jauh sebelum itu. Dan ayat ini yang menerangkan bahwa jin itu tidak mengetahui hal yang gaib. Jika mereka tahu hal yang gaib, niscaya mereka akan mengetahui bahwa Nabi Sulaiman as telah meninggal dunia, dan selama itu mereka terus saja bekerja tanpa henti selama satu tahun.

Cermin bagi kita adalah janganlah menganggap bahwa jin tahu segalanya tentang yang gaib, sehingga menjadi sumber pujaan dan pujian, yang menggelincirkan keimanan kita.

KASUS NEGERI SABA’

Kasus kerajaan Negeri saba’ yang dijelaskan dalam Al Qur’an merupakan jawaban dari sahabat Rasulullah, yaitu Al-Ghathafani. ”Ya nabiyallah, di zaman jahiliyyah kaum Saba’ merupakan kaum yang gagah dan kuat.  Aku takut sekiranya mereka menolak masuk Islam. Apakah aku boleh memeranginya.” Bersabda Rasulullah SAW, ”Aku tidak diperintah apa-apa berkenaan dengan mereka”. Maka turunlah ayat dari Surat Saba’ (15,16,17), untuk melukiskan keadaan kaum saba’ yang sesungguhnya.

”Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka Yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun".” (QS. Saba : 15)

Ayat berikutnya adalah tentang manajemen sebuah pemerintahan dan soal wilayah kekuasaan. Cermin tersebut terdapat dalam ayat 15 yang dimulai dengan perkataan laqod. Huruf la menunjukkan lam qosam dan qod untuk menunjukkan kesungguhan. Melalui kata ini, Allah memberikan penegasan untuk mengambil pelajaran bagi manusia melalui kasus kerajaan Sabaiyyah. Kaum Saba’ memiliki asal-usul dari Saba’ bin Yasjub bin Ya’rub bin Qathan hingga membentuk sebuah kerajaan. Wilayah kerajaan ini (menurut Alhamdi dalam Tafsir Maraghi) terletak pada sebuah daratan di antara gunung-gunung. Kemudian mereka membuat bendungan untuk mengairi wilayahnya, yaitu Bendungan Ma’arib (disebut juga Bendungan Arim).

Kata Arim jamak dari arimah, yang artinya tumpukan batu. Selanjutnya, tafsir tersebut menjelaskan bahwa bendungan terdiri dari tiga pintu.

Air hujan ditampung di dalamnya, kemudian dialirkan oleh pintu pertama. Kemudian disusul oleh pintu kedua dan ketiga. Dengan adanya irigasi dari bendungan Ma’arib ini, maka kiri dan kanan lahan ditanami oleh tanaman pertanian, sehingga hasil pertanian tersebut memberikan kemakmuran bagi rakyatnya.

Kemakmuran digambarkan oleh kalimat bahwa di kiri dan kanan terdapat dua kebun. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat aneka buah-buahan sehingga sejauh mata memandang, baik pandangan ke kiri maupun arah sebaliknya, dipenuhi dengan aneka jenis tanaman yang berbuah.

Kemakmuran tersebut merupakan pemberian rezeki dari Allah, dan karenanya mereka diperintahkan untuk bersyukur. Bersyukur berarti melaksanakan perintah-Nya, atau menjalankan ketaatan penuh kepada Allah. Kemakmuran yang disyukuri akan menjadikan negara tentram dan sejahtera serta penuh dengan kebaikan atau baldatun toyyibatun warobbun ghofur.

”Tetapi mereka berpaling, Maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr.” (QS. Saba : 16)

Ayat 16 menjelaskan penduduk negeri yang memiliki kemakmuran namun mereka menolak ajaran yang dibawa oleh rasul, dan berpaling dari ajaran Allah. Kemudian Allah memberikan siksaan berwujud sailul arim, yaitu bobolnya Bendungan Ma’arib.

Bencana tersebut berupa bencana ekologis, yang ditegaskan dengan firmanNya. ”kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi pohon yang berbuah pahit, pohon atsl dan sedikit pohon sidr”. Bencana tersebut berdampak sebagai berikut : a) Kehancuran kekuasaan yang menyebabkan Kerajaan Sabaiyyah mengalami disintegrasi hingga menjadi tiga kerajaan kecil dan b) Perubahan ekologis, dari wilayah pertanian yang subur makmur, menjadi semak belukar yang ditumbuhi oleh pohon cemara dan bidara yang berduri.

Perubahan ekologis (ecological change) tersebut menunjukkan adanya perubahan kondisi ekonomi masyarakat dari keadaan puncak (peak) yang memberikan kesejahteraan menuju keadaan depresi ekonomi yang paling buruk, sehingga tidak memberikan manfaat bagi penduduk.

Karena perekonomian Negeri saba’ berbasiskan sumberdaya alam (resources base economic), maka ketika landasan ekonominya hancur, yakni hancurnya sumberdaya alam dan ekosistemnya, maka system ekonominya pun turut hancur. Bencana ekologis memiliki dampak yang relatif lama, dan pengaruhnya sangat sistematis, sehingga untuk membangunnya kembali harus mulai dari awal serta diperlukan waktu sangat lama. Jika ekosistem sumberdaya yang hancur (collapse) maka akan memberikan kehancuran ekonomi dan membuahkan penderitaan. Itulah hakekat dari ketidakpandaian bersyukur yang membuahkan azab berupa penderitaan yang langsung pada kehidupan.

”Demikianlah Kami memberi Balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir.”  (QS. Saba : 17)

Ayat 17 menjelaskan bahwa bencana yang ditimpakan kepada masyarakat Saba’ disebabkan oleh penolakan ajaran Allah (kufur), sehingga perbuatan maksiat tersebut berakumulasi menjadi bencana. Tidaklah mereka mendapat bencana atau siksaan, kecuali karena mereka telah menjadi kelompok masyarakat yang menolak kebenaran Allah.

”Dan Kami jadikan antara mereka dan antara negeri-negeri yang Kami limpahkan berkat kepadanya, beberapa negeri yang berdekatan dan Kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak) perjalanan. berjalanlah kamu di kota-kota itu pada malam hari dan siang hari dengan dengan aman.” (QS. Saba : 18)

Ayat 18 menjelaskan bahwa Allah menjadikan antara wilayah Saba’ dengan Syam, sebuah pemukiman yang penuh dengan berkah, yakni wilayah Syam serta pemukiman antara wilayah Saba’ dengan Wilayah Syam dimana terdapat pemukiman-pemukiman yang saling berdekatan. Jarak antar pemukiman sangat baik untuk bepergian, karena tidak terlalu jauh, sehingga tidak khawatir kemalaman (waqoddarnaa fiihassair).

Oleh karena itu, bepergianlah dengan aman, baik siang dan malam. Kesejahteraan berupa rasa aman dan nyaman merupakan indikasi dari sebuah negeri yang diberi berkah oleh Allah, dan untuk diambil pelajarannya bagi orang beriman.

”Maka mereka berkata: "Ya Tuhan Kami jauhkanlah jarak perjalanan kami", dan mereka Menganiaya diri mereka sendiri; Maka Kami jadikan mereka buah mulut dan Kami hancurkan mereka sehancur-hancurnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi Setiap orang yang sabar lagi bersyukur.” (QS. Saba : 19)

Ayat ini menjelaskan bahwa mereka, selain diberi kota yang dapat dijangkau dan relatif aman, juga memiliki kemakmuran berupa banyaknya buah-buahan dan air yang melimpah. Kenikmatan, kenyamanan dan keamanan yang telah diberikan oleh Allah telah membuat bosan, sehingga mereka menghendaki adanya jarak kota yang jauh agar dapat menunjukkan kemampuannya di atas orang-orang yang tidak mampu, terutama unjuk kekuatan kendaraan binatang tunggangan dan perbekalannya. Permintaan ini merupakan wujud kesombongan sebagai buah tidak bersyukur.

Allah mengabulkan permintaan mereka, dan menghukumnya atas keingkaran mereka pada nikmat yang telah diberikannya. Menurut Tafsir Al-Maragi, azab yang diberikannya telah menjadi bahan omongan, sekaligus menjadi pelajaran bagi masyarakat sesudahnya. Penderitaan yang sangat besar telah mereka rasakan, berupa terjadinya perubahan dari negeri yang bersatu, aman, tentram, makmur, kemudian dirubah menjadi negeri yang hancur, baik dalam perekonomiannya maupun dari persatuannya, dimana mereka mengalami perpecahan kaum menjadi Keluarga Jafnah bin Amr yang tinggal di Syam, Kaum Aus dan Khazraj yang tinggal di Yastrib, Uzdu Sarat yang tinggal di Sarat, dan Uzdu Uman yang tinggal di Omman. Sesudah disintegrasi, maka disusul dengan bencana banjir, serta krisis lingkungan dan ekonomi.


Dikutip dari buku ”To Be The Superpower Country” karangan KH. Sa’adih Al-Batawi & Dr. Nandang Najmulmunir, Ir. MS

TO BE THE SUPERPOWER COUNTRY (BAB IX. PENUTUP)




BUMI DENGAN DIAMETER 12.756 km, yang merupakan planet paling indah di antara planet dalam tata surya, juga memiliki iklim paling ramah.  Bumi senantiasa digilir oleh Allah agar ada dalam keseimbangan.  Dengan kemiringan ini telah mencegah pemanasan yang berlebihan di wilayah ekuator bumi.  Tanpa kemiringan, perbedaan temperature antara ekuator dan kutub akan jauh lebih besar dan bumi akan menjadi tempat yang jauh lebih sukar untuk berseminya kehidupan.  Bumi memiliki kenampakkan permukaan yang cantik dengan medan magnet yang menyenangkan, yang kesemuanya telah diciptakan secara khusus sebagai tempat hunian makhluk hidup.

Allah juga telah menciptakan bumi dengan atmosfir yang bukan saja melindungi dari radiasi sinar matahari dan bintang-bintang lainnya, tetapi melindungi dari hantaman meteor yang setiap saat jatuh menghantam bumi karena meteor-meteor tersebut pada umumnya telah terbakar habis ketika memasuki dan bergesekan dengan atmosfir. (Saksono, 2006)

Planet bumi yang indah, nyaman dan aman dari hantaman meteor, adalah agar diketahui oleh manusia bahwa itulah Allah Maha Indah, Maha Sempurna dan Maha Kasih-Sayang kepada makhluknya.  Khususnya manusia sebagai satu-satunya makhluk ciptaan Allah yang paling indah ragawinya.  Lalu manusia itu diberikan ajaran melalui Rasulnya, serta diangkat menjadi pemimpin di muka bumi untuk membuat harmoni dan sentuhan kasih-sayang di alam ekosistem bumi ini, sebagaimana Allah juga telah memberikan sentuhan kasih saying kepada seluruh makhluk, teristimewa kepada manusia.

Kondisi bumi sangat nyaman, jauh dengan planet yang lainnya.  Mari kita lihat dari aspek suhu rata-ratanya saja sebagai indicator kenyamanan untuk makhluk hidup.  Merkurius memiliki suhu rata-rata 167 oC, dimana perbedaan siang malam dapat mencapai 1000 oC, gelap karena tidak memiliki atmosfir.  Planet Venus merupakan planet paling panas di dalam tata surya dengan suhu rata-rata 464 oC.  Sedangkan bumi yang nyaman memiliki suhu rata-rata 15 oC dan bulannya bersuhu -20 oC.  Mars memiliki suhu rata-rata -67 oC,  Jupiter dengan suhu -110 oC.  Saturnus dengan suhu -140 oC, Uranus dengan suhu -197 oC dan Pluto dengan suhu -200 oC (Gibson, 2005).  Untuk menunjukkan kehangatan kasih sayang Allah, maka diletakkanlah manusia di muka bumi ini, yang sangat nyaman tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin.

Allah SWT mengajarkan kepada manusia untuk menjadi pemimpin yang arif bijaksana di muka bumi.  Allah tunjukkan bagaimana malpraktek atau salah kelola bumi, yang diberi contoh melalui kerajaan Saba’ (Lihat Tulisan IBRAH-Mengambil pelajaran dari umat terdahulu).  Kesalahan manajemen yang utama adalah hati sebagai tempatnya bersemayam kekuasaan (locus of souveregnity) telah diisi oleh kerakusan dan hawa nafsu hedonistic dan kesombongan, sehingga lahir malapetaka politik, krisis lingkungan dan kehancuran ekonomi.  Allah memberikan solusi dari malapetaka di atas melalui ajaran Nabi Daud As dan Nabi Sulaiman As (Lihat Tulisan IBRAH-Mengambil pelajaran dari umat terdahulu) dimana locus of souveregnity diisi dengan kalimat tauhid.  Kedua nabi ini memberi contoh menjadi pemimpin yang adil, bijaksana, dialogis dengan rakyatnya dan selalu merawat alam yang menjadi karunianya.

Allah yang Maha Penyayang memberikan kasih-sayangnya yang luar biasa kepada manusia di akhir jaman, dengan diutusnya seorang Rasul yang dapat memberikan garansi keselamatan, di dunia dan akhirat, yakni Nabi Muhammad SAW.  Ia adalah penerus dan penyempurna ajaran para nabi sebelumnya.  Dan pula sebagai pewaris ajaran Nabi Sulaiman dan Nabi Daud.

Ummat Nabi Muhammad SAW diberikan keunggulan dari ummat sebelumnya.  Gambaran keunggulan tawaran lepada ummat Nabi SAW, seperti dikisahkan sebagai berikut :  Suatu hari Nabi Isa as melintasi sebuah Gunung yang dipenuhi cahay.  Beliau berkata, “Ya Rabb, jadikanlah gunung itu berbicara kepadaku”.  Maka Gunung itu bertanya, “Wahai Isa, apa yang engkau inginkan?”.  Beliau berkata, “Ceritakanlah kepadaku tentang dirimu”.  Gunung itu berkata, “Di kawahku ada seorang lelaki”.  Beliau berkata “Ya Rabb keluarkanlah orang itu”  Maka Gunung itu terbelah dan keluarlah seorang lelaki itu dengan wajah yang bersinar.  Lelaki itu berkata, “wahai Isa, aku berasal dari Kaum Nabi Musa As dan aku memohon lepada Allah agar aku hidup di jaman Nabi Muhammad SAW supaya aku menjadi umatnya.  Selama 600 tahun aku beribadah kepada Allah di dalam gunung ini”. Nabi Isa As bertanya, “Ya Rabb apakah di atas bumi ini tidak ada orang yang lebih mulia dari sisi-Mu dari orang ini?”.  Allah berkata,”Wahai Isa, barangsiapa dari Umat Nabi Muhammad yang berpuasa sehari saja di Bulan Rajab, maka ia lebih mulia di sisi-Ku dari orang ini”. (Kitab Amalul Kubra)

Sesuai dengan keadaan peradaban di akhir jaman serta perkembangan Ilmu pengetahuan, maka Al-Quran telah memenuhi konsumsi kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual pada generasi akhir jaman.  Dengan ketiga kecerdasan yang diberikannya, maka Al-Quran dapat dipahami penjelasannya (bayan), sehingga tidak satu pun ayat yang tidak memenuhi konsumsi Akal dan perasaan Marusia yang sehat, kecuali di dalam hatinya terdapat sebuah virus kedengkian, yang menjadi kuman yang dapat mencegah sampainya pemahaman Al-Quran.  Fenomena ini telah dinyatakan oleh ayat pertama dari Surat Al-An’am sebagai berikut :

“Segala puji bagi Allah Yang telah menciptakan langit dan bumi dan mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka.”

Ayat tersebut menjelaskan bagaimana Allah memuji kepada Zat-Nya sendiri.  Kalimat ini dimaksudkan untuk mengajarkan kepada hambanya untuk selalu bersyukur kepada Allah melalui ucapan Alhamdulillah, setelah Allah selesai menciptakan langit dan bumi, begitu juga siang dan malam sehingga semuanya ada dalam keseimbangan dan segala nikmat bagi manusia.  Ditafsirkan juga bahwa siang dan malam adalah adanya cahaya Allah, yakni Al-Quran dan orang-orang yang menolaknya, berada dalam kekufuran.  Semua yang disebut dalam ayat, yaitu adanya langit dan bumi, adanya petunjuk melalui Rasul-Nya.  Semuanya merupakan anugerah yang sangat besar dari Allah untuk makhluknya.  Maka sudah sepantasnya untuk memuji Allah SWT, karena bagi-Nya hak untuk disembah dan dipuji.

Salah satu cahaya ajarannya adalah bagaimana menata-laksana negara agar dunia yang indah ini tertata dan terkelola dengan baik agar rahmat Allah terus dirasakan bagi seluruh alam, sebagaimana Allah juga menciptakan bumi ini dengan sentuhan kasih sayang, sehingga seluruh makhluk tertata dan terkelola dengan rapih dan indah.  Untuk itu, Surat Al-Balad, sebagai salah satu cahaya ajaran Nabi Muhammad SAW, telah memberikan panduan untuk terus berjuang mengajak manusia pada pendakian jiwa agar sampai pada maqam akhlak yang mulia.  Dalam pendakian ini, harus diperhatikan agar jiwa, tempat bersemayamnya pusat kekuasaan supaya dibebaskan dari pendudukan hawa nafsu yang cenderung memerintah pada kejahatan (al fasad).

Kalau pusat kekuasaan (locus of souverignity) telah didaki oleh hamba yang sudah tajally, maka akan sampai pada maqam Arrahman, dengan pangkat Ibadurrahman.  Maka inilah yang layak menjadi pemimpin yang soleh.

Ruh tauhid diabadikan dalam spirit Pancasila, dimana Ketuhanan Yang Maha Esa (sila pertama) menjadi sumber kekuatan (power of changes) sebagai “matahari ma’rifat” dan sifat kasih-sayang yang harus muncul dalam pengayoman bangsa dan negara.  Sila yang pertama menjadi poros untuk sila kedua, ketiga, keempat dan kelima.  Sila kedua sampai kelima melekat sebagai akhlak Rasulullah SAW.  Beliau mempersatukan umat yang berseteru, menetapkan hukum secara adil terhadap manusia, selalu bermusyawarah dalam mengambil keputusan dan peka dengan nasib rakyatnya.  Pemimpin yang demikianlah yang layak mengelola kekayaan Allah yang ada di bumi Indonesia, baik daratan maupun lautan sebagai modal kemakmuran Bangsa Indonesia.

Inilah perjalanan (roadmap) yang harus kita perjuangkan untuk mengangkat harkat dan martabat Bangsa Indonesia.  Kehidupan Bangsa Indonesia selalu dijadikan contoh buruk, diberi istilah dengan kata yang seringkali kurang menguntungkan, sehingga anak bangsa banyak yang merasa malu menyandang nama negaranya di luar negeri.  Alangkah celakanya lagi, tatkala anak bangsa sudah merasa malu mengakui ”Ibu Pertiwinya”.  Ini bukan persoalan sepele, tetapi sebuah ”Krisis Besar” karena anak bangsa sudah tidak percaya diri, bermental inferior, tidak memiliki nilai kebangsaan dan jiwa-jiwanya sudah luluh lantak, di kaki imperalis.  Krisis demi krisis telah kita lewati, padahal itu sebagai pelajaran untuk menjawab permasalahan besar di atas.  Akar masalah ini terletak pada ”spirit merah putih” (cinta kepada Allah dan Rasulullah Muhammad SAW) yang sudah tidak lagi berkuasa dalam locus souverignity, melainkan kesombongan atas cahaya ajaran, keserakahan dan nafsu duniawi, yang pada akhirnya akan membuahkan kehinaan.  Kondisi inilah yang membuat para pemimpin bertekuk lutut kepada para imperialis yang menyesakkan negeri kita.

Kini saatnya menjawab semua krisis tersebut dengan cahaya ajaran yang hanya dapat ditangkap dan dibawa oleh abdun-abdun yang telah terbangun spiritualnya, telah bangkit jiwanya.  Mari kita bangkitkan semangat membangun negeri kita, kita singsingkan lengan baju, kita kibarkan merah putih dalam jiwa-jiwa pemuda penerus Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Jangan dibiarkan negara dan bangsa dijajah dan dijarah oleh kekuatan negara manapun.  Segera angkat martabat anak bangsa.  Jangan terhinakan lagi oleh sesama bangsa, apalagi oleh negara-negara zalim atau korporasi internasional yang zalim, yang sengaja menginjak-nginjak harga diri Bangsa Indonesia.  Seraya terus minta bimbingan dan perlindungan kepada Allah Jalla Jalaluh melalui pembangunan jiwa dengan spiritual Qur’ani sebagai perwujudan Cinta Kepada Allah dan Rasulullah Muhammad SAW (jiwa merah putih) untuk mewujudkan masyarakat yang dirahmati oleh Allah SWT (jam’an marhuman) di Bumi Indonesia.  Mudah-mudahan Allah mengantarkan kami, Bangsa Indonesia, menjadi negara BALDATUN TOYYIBATUN WA ROBBUN GHOFUR.  Amin....

Dikutip dari buku ”To Be The Superpower Country” karangan KH. Sa’adih Al-Batawi & Dr. Nandang Najmulmunir, Ir. MS