Jamaah Majelis Dzikir As-Samawaat Al Maliki

Jamaah Majelis Dzikir As-Samawaat Al Maliki

Selasa, 20 Desember 2011

Energi Spiritual Ulama Dalam Mempertahankan Kemerdekaan NKRI



Dalam perang Sabil melawan tentara sekutu dan Nica, pengaruh kepemimpinan Kyai Tjibadoejoet terhadap rakyat sangat besar. Sukar untuk dibayangkan bagaimana seorang kyai melakukan aksi penyerbuan gudang senjata atau gudang baju seragam tentara sekutu di Bandung Utara pada waktu malam hari. Hasilnya dapat dilihat saat itu dimana Laskar Hisbullah memiliki seragam militer dan persenjataan dari tentara sekutu Inggris dan Nica.

Secara logika sukar dimengerti. Tetapi dalam teknik Perang Sabil, para ulama pada masa revolusi memperlihatkan potensi spiritualnya yang luar biasa. Misalnya dapat menidurkan penjaga gudang senjata tentara Belanda dan meringankan membawa senjata keluar dari gudang senjata untuk dibagikan kepada Laskar Hisbullah.

Kisah ulama dengan potensi spiritualnya yang luar biasa, terjadi juga di kota lain. Demikian pula Perang Sabil dari Laskar Pencaksilat dari Segala Herang Subang yang dipimpin oleh Haji Ama Poeradiredja, dan Laskar Hisbullah dan Barisan sabilillah serta rakyat dipimpin oleh Kyai Haji Nur Ali dari Pesantren Ujung Malang Karawang, terjadi peristiwa yang sangat menakjubkan, dalam pertempuran di Sasak Kapuk Bekasi.

Dikisahkan oleh Mayor Moeffreni Mu’min dalam “Jakarta, Karawang, Bekasi dalam Gejolak Revolusi” bahwa Takbir Allahu Akbar dan kalimat Hisbun Nasr yang dikumandangkan ditengah Perang Sabil menjadikan peluru mortir dan canon yang ditembakkan oleh tentara sekut dan Nica, tidak bisa meledak, berjatuhan utuh tanpa terjadi ledakan. Peristiwa yang demikian ini menurut penuturan Mayor Moeffreni Mu’min memberikan gambaran bahwa ilmu tasawuf ajaran Kyai Haji Nur Ali tidak hanya mampu membangkitkan semangat juang bela negara dan bangsa, tetapi mampu memperlihatkan keampuhannya kekuatan moralnya yang berhasil melumpuhkan sistem persenjataan teknik fisik lawan menjadi lumpuh. Diperlihatkan pula ketika Kyai Haji Nur Ali ditangkap dan diangkut dengan mobil serdadu sekutu, dalam perjalanan sebelum masuk ke markas sudah dapat lolos tanpa diketahui turunnya oleh serdadu sekutu.

Demikian pula terjadi saat konvoi mobil yang dihadang dan diserbu oleh Laskar Pencaksilat pimpinan Haji Ama Purwadiredja yang meneriakkan Takbir Allahu Akbar, yang menjadikan tentara Sekutu Inggris dan Nica tak berdaya. Selain tidak sanggup melanjutkan operasinya, dan kehilangan senjatanya, juga harus kembali pulang ke Jakarta untuk menguburkan Serdadunya yang jadi korban. Sergapan mendadak Laskar Pencaksilat yang disertai kumandang suara Takbir Allahu Akbar, meruntuhkan moril tentara sekutu Inggris, Gurkha dan Nica. Kisah demikian ini dituturksn kembali dan diakui kebenarannya oleh Major Moeffreni Mu’min sebagai realitas Perang Sabil atau perang kemerdekaan yang benar-benar terjadi saat masa awal revolusi.

Termasuk kisah Kyai abbas dari Pesantren Buntet Cirebon, pada saat melakukan perlawanan tentara Sekutu Inggris dan Nica di Surabaya, terjadi cara perlawanan yang sukar dilogika-kan. Kehadiran Kyai Abbas dari Pesantren Buntet Cirebon, diundang oleh Choedratoes Sjeckh Rais Akbar K.H. Hasjim Asj’ari ke Surabaya, karena mempunyai kelebihan ilmunya, dapat meruntuhkan pesawat tentara sekutu, hanya dengan mengarahkan tongkatnya ke arah pesawat.

Choedratoes Sjeckh Rais Akbar K.H. Hasjim Asj’ari, dalam upaya pengamanan perlawanan terhadap tentara sekutu Inggris, Gurkha dan Nica, mengingatkan Bung Tomo agar menunggu terlebih dahulu datangnya Kyai Abbas dari Pesantren Buntet Cirebon ke Surabaya, untuk mengamankan bahaya serangan udara. Benarkah berhasil meruntuhkan pesawat terbang sekutu Inggris?

Dalam berita “Kedaulatan Rakyat”, yang bersumber dari pihak tentara sekutu Inggris bahwa sejak terjadinya pertempuran Surabaya sampai dengan 17-12-1945, tentara sekutu Inggris menderita kerugian tujuh buah pesawat Thunderbolt tertembak jatuh oleh serangan penangkis udara dari pihak Indonesia. Dijelaskan lebih lanjut bahwa pihak Indonesia memiliki kecakapan menembak pesawat sama dengan tentara Jerman. Apakah ini terjatuh akibat doa Kyai Abbas?

Kesaktian kyai di medan pertempuran, ternyata bukan hanya berita lagi, tetapi kita saksikan sendiri. Banyak mortier yang melempem, bom tidak meledak lagi. Seorang Nyai dari Tingkir Salatiga turut menyerbu.

Selanjutnya diberitakan oleh kedaulatan rakyat, 1-12-1945, Sabtu Pahing, 26 Besar-Ehe 1876, bahwa peran Kyai dalam penyerbuan Kota Ambarawa antara lain :
“Hari ini 40 Kyai di Beringin dan sekitarnya turut melakukan penyerbuan di kota Ambarawa masing-masing kyai diikuti muridnya 15 atau 20 orang. Mereka bersenjata granat tangan, granat pembakar dinamit dan tidak lupa tombak bambu.”

Istilah perang di kalangan masyarakat dan yang digunakan media cetak saat itu adalah Perang Sabil. Antara lain pertempuran awal di Biru Ambarawa diberitakan oleh Kedaulatan Rakyat, 5-12-1945, Rebo Legi, 30 Besar-Ehe 1876 :
Penyerangan umum dilakukan dari segala penjuru. Kini penyerbuan kita tersusun dari lima lapisan. Barisan Hizbullah yang ditempatkan berjuang di garis terdepan menyerukan Perang Sabil dalam penyerbuan. Dibarengi dengan seruan Takbir Allahu Akbar, sehingga si’ar Perang Sabil mendengung di angkasa. Penyerbuan pasukan kita yang menuju Banyubiru berhasil menjatuhkan benteng-benteng musuh di sana. Musuh melarikan diri ke jurusan Ambarawa.

Peran para Kyai dalam merebut Benteng Willem I Banyubiru, pada Kedaulatan Rakyat, 6-12-1945, Kamis Pahing, 1 Sura-Djimawal 1877 diberitakan :
Hari ini peringatan hari 1 Sura 1877/1365.
Sang merah putih berkibar di atas Benteng Willem I dengan didahului oleh Kyai Komar dari Beringin, penyerbuan habis-habisan dijalankan dengan keberanian luar biasa. Pasukan-pasukan inilah yang mengalahkan musuh di Banyubiru sehingga benteng Banyubiru yang bersejarah itu dapat kita rebut dari kekuasaan musuh.  

Bagaimana dalam penulisan sejarah Indonesia tentang Palagan Banyubiru di atas? Tentu tidak ada lagi pengakuan terhadap keberhasilan penyerbuan yang dipimpin oleh Kyai Komar dalam perang kemerdekaan saat itu. Karena istilahnya pun tidak lagi digunakan Perang Sabil, melainkan sudah diganti dengan Palagan Banyubiru. Mengapa? Jawabnya bila menggunakan istilah Perang Sabil pasti pelakunya umat Islam, ulama dan santri. Bila menggunakan istilah Palagan artinya tempat berlaga, tidak harus pelakunya umat Islam, ulama dan santri.

Berita selanjutnya oleh Kedaulatan Rakyat, 17-12-1945, Senin Pon, 12 Sura-Djimawal 1877, diliputi analisis yang Islami termasuk pemaknaannya tanggal Islaminya, dalam perebutan Ambarawa.

Tanggal 17 :  Peringatan tanggal Kemerdekaan Indonesia, bertepatan dengan tanggal 10 Sura sebagai hari kemenangan di Ambarawa. Jatuhnya Ambarawa diberitakan sebagai berikut :

Hari Selasa tanggal 11-12 malam hari, markas gabungan kita telah mengambil kepastian untuk melakukan serangan penghabisan pada seluruh kedudukan musuh di kota Ambarawa.

Pasukan Haji Mukhlis dari Cilacap dengan 60 anggota laskarnya, malam itu juga mulai bergerak dari bukit Pasekan sebelah utara gereja besar. Pasukan ini terus mengadakan gerakan ke arah selatan. Hingga hari Jumat tanggal 14 jam 1 tengah malam pasukan ini masuk kota Ambarawa. Mengadakan gerakan teratur merebut tempat-tempat yang penting. Akhirnya setelah mengadakan serangan hebat, stasiun dapat direbut oleh pasukan pasukan ini. Dengan masuknya pasukan tersebut menduduki dua benteng pertahanan musuh yang terpenting, terbukalah semua kunci kota Ambarawa dari segala penjuru.

Dampak selanjutnya tentang hasil penyerbuan di atas:
Musuh mengundurkan diri dari Ambarawa keliatan sangat bergesa-gesa. Banyak alat-alat kelengkapan perang yang ditinggalkan. Pasukan Haji Mukhlis dapat merebut dua meriam dan berpuluh bedil.


Kedaulatan Rakyat, 19-12-1945, Rebo Kliwon, 14 Sura-Djimawal 1877, memberitakan peran aktif para Kyai dalam perebutan Benteng Djati Ngaleh Semarang dan Alastua, antara lain disebutkan :

Semarang terkepung dari tiga jurusan.

Kekejaman musuh tidak ada taranya

Kemarin tengah malam laskar pasukan kita yang menyerbu ke kota Semarang telah mengadakan serangan umum pada benteng pertahanan musuh di Jatingaleh dengan didahului oleh pasukan Kyai yang menjadi barisan penyerbu dari arah selatan. Dengan cepat musuh dapat dipukul mundur dan dengan ini pula benteng Jatingaleh kita duduki seluruhnya.

Berita di atas mengangkat realitas zaman dan peristiwa sejarah yang sebenarnya terjadi pada masa revolusi atau pada masa perang kemerdekaan. Para Kyai atau ulama menjadi pimpinan terdepan dalam suatu penyerbuan terhadap tentara sekutu Inggris dan Nica. Seperti yang dituturkan oleh Menteri Agama Munawir yang pernah ikut serta dalam penyerbuan ke Ambarawa, kepada penulis bahwa penyerbuan ke Ambarawa, memang benar penyerbuan didahului oleh Barisan sabilillah dan Laskar Hizbullah. Selain dipimpin oleh Kyai Mukhlis juga Kyai Mandur. Kedua Kyai tersebut bersama para santrinya, tidak menjumpai laskar atau pasukan lainnya, ketika awal merebut kota Ambarawa.

Dijelaskan lebih lanjut, setelah Ambarawa dikuasai oleh para ulama dan santri, artinya setelah tentara sekutu Inggris dan Nica terpukul mundur oleh serbuan Barisan Sabilillah dan Laskar Hisbullah, barulah menyusul masuknya pasukan rakyat Purwokerto dan Banyumas, Yogya, Kedu, Solotigo, Sumowono dan Banyubiru dan barisan pemberontakan rakyat seperti yang diberitakan oleh Kedaulatan rakyat, 17-12-1945, Senen Pon, 12 Suro-Djimawal 1877.

Itulah sekilas tentang peran ulama yang telah berjuang dalam mengawal NKRI yang telah diungkapkan oleh ulama pelaku sejarah. Karena sejarah yang beredar saat ini cenderung menghilangkan peran ulama dalam kancah perjuangan NKRI (Abdullah Bin Nuh dan Mansur Suryanegara, 2007)


Dikutip dari buku ”To Be The Superpower Country” karangan KH. Sa’adih Al-Batawi & Dr. Nandang Najmulmunir, Ir. MS

1 komentar:

  1. Seandainya Ulama sekarang seperti ulama dulu terdepan dalam berjuang untuk negara ini berkorban jiwa dan raga... Ya Alloh jadikanlah ulama kami ulama yang penuh semangat juang yang tinggi seperti ulama-ulama kami yang terdahulu untuk menyelesaikan permasalahan bangsa kami.. Aamiin

    BalasHapus